Ibadah Kok Cari Untung

24 Desember 2008

Siapa pun yang beribadah kepada Allah karena motivasi kepentingan tertentu dengan harapan dariNya, atau beribadah dalam rangka menolak bencana dari Allah, maka sesungguhnya orang tersebut tidak berpijak dengan benar sesuai SifatNya.

Kenapa demikian? Karena betapa banyaknya orang beribadah kepada Allah tidak didasari keikhlasan (Lillaahi Ta'ala), tetapi demi yang lain, kepentingan duniawi, naiknya jabatan, dagangannya laku, bahkan demi menolak balak dan bencana atau siksa.

Apakah Allah Ta'ala memerintahkan kita melakukan ibadah dan menjauhi laranganNya karena sebuah sebab dan alasan-alasan tertentu?

Bukankah kita beribadah karena kita harus melakukan atau menyambut sifat RububiyahNya melalui sifat Ubudiyah kita? Bukankah segalanya sudah dijamin Allah, dan segalanya dariNya, bersamaNya, menuju kepadaNya?

Apakah Allah tidak layak disembah, tidak layak menjadi Tuhan, tidak layak diabdi dan diikuti perintah dan laranganNya, manakala Allah tidak menciptakan syurga dan neraka?
Bukankah Rasulullah saw, mengkhabarkan, "Janganlah diantara kalian seperti budak yang buruk, jika tidak diancam ia tak pernah bekerja. Juga jangan seperti pekerja yang buruk, jika tidak diberi upah ia tidak bekerja…."

Dalam kitab Zabur Allah berfirman, "Adakah orang yang lebih zalim dibanding orang yang menyembahKu karena syurga atau takut neraka? Apakah jika Aku tidak menciptakan syurga dan neraka, aku tidak pantas untuk ditaati?"

Suatu hari Junaid Al-Baghdady dibangunkan oleh pamannya sekaligus gurunya, Sary as-Saqathy. "Ada apa paman?"

"Aku melihat seakan-akan aku ada dihadapan Allah dan Dia berkata kepada saya….Wahai Sary, Aku menciptakan makhluk mereka merasa mencintaiKu. Begitu Aku menciptakan dunia, mereka lari semua dariKu dan tinggal sepuluh persen. Lalu Aku menciptakan syurga, sisa makhluk itu pun lari semua (ke syurga), tinggal satu persen saja. Lalu Aku memberikan cobaan kepada mereka ini, mereka pun lari semua dariKu tinggal 0,9 persen. Aku bicara pada makhlukKu yang tersisa itu yang masih bersamaKu.
"Bukan dunia yang kalian kehendaki, juga bukan syurga yang kalian inginkan, juga bukan neraka yang membuat kalian lari, lantas apa yang kalian mau?"

"Engkau lebih Tahu apa yang kami mau…" jawab mereka. "Aku hendak memnindihkan bencana cobaan pada kalian sebanyak nafas kalian, yang bisa menghancurkan gunung-gunung, apakah kalian masih bersabar?" TanyaKu pada mereka. Dan mereka pun menjawab, "Manakala Engkau Sendiri Yang memberi cobaan, lakukanlah sekehendakMu…."
Mereka itulah hamba-hambaKu yang sebenarnya.

Semua ini jadi renungan kita agar dalam setiap niat dan motivasi ibadah kita agar semata hanya menuju Allah, Lillahi Ta'ala, agar kitaterbebas dari penjara kemakhlukan, dan menyatu dalam Musyahadah denganNya. Ikhlas, adalah ruh dari seluruh ibadah kita. Bukan yang lainnya.

sumber: http://sufinews.com/

Baca Selengkapnya..

Kepayahan Mencari Nafkah

19 Desember 2008

Sesungguhnya di antara dosa-dosa ada yang tidak bisa dihapus dengan pahala salat, sedekah, atau haji, melainkan hanya dapat ditebus dengan kepayahan mencari nafkah -- Nabi Muhammad SAW

Jika ada sabda Rasulullah yang unik, hadis riwayat Ath Thabrani yang dikutip di atas dari Kalender Meja Muslim, terbitan Gema Insani Press, itulah di antaranya. Hadis ini menyimak perilaku manusia dengan mendetail dan sangat intens.

Cobalah tebak, apa yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari yang sangat (amat) sibuk yang kemudian ''direkam di dalam video kita'' yang harus kita pertanggungjawabkan kelak, di Hari Perhitungan? Meski kita paling kuat di antara makhluk, namun kita paling lemah dan paling bebas. Lemah (dalam iman) dan bebas (dalam menentukan hidup) itu mengalir menuju muara, yaitu ibadah.

Kita selalu merujuk kepada pahala-pahala konvensional yang menjadi andalan dalam ibadah. Tak tahunya ada pahala yang sama sekali tak terduga datangnya. Pahala itu datang justru di dalam penderitaan kita dalam menangguk rizki. Betapa unik, betapa misterius. Suatu rumusan yang begitu pasti. Betapa menyulitkan dan betapa menakutkan. Disebut menakutkan karena kesukaran itu ditujukan kepada orang-seorang, namun keluarga harus pula merasakan kesusahannya.

Ada seorang suami yang telah menetap 30 tahun di Jakarta mengadu kepada seorang kyai yang mumpuni, kenapa taraf hidupnya tak juga beranjak dari lahan yang membuatnya terseok-seok. Kyai itu memberi petuah bahwa ia harus melakukan mawas diri secara terus-menerus sepanjang tahun. Meski rajin bersalat, bersedekah, dan sudah haji -- begitu sambung pak Kyai -- seseorang tidak dengan sendirinya tuntas sudah dalam beribadah.

Penderitaan dalam mencari nafkah itu harus pula dianggap sebagai ibadah. Kita bisa cukup senang dan ikhlas -- tidak frustrasi dan menyebabkan depresi -- walau seberapa pun hasil yang kita peroleh setiap bulannya. Jika kita sudah mencapai tataran itu, insya Allah, kita bisa melihat jalan terang menuju kebahagiaan. Keluarga kita cukup memahami kemampuan kita. Kita dan keluarga kita menjadi mengerti kehendak-kehendak Allah.

sumber: http://republika.co.id/

Baca Selengkapnya..

Kode Lemak Babi

16 Desember 2008

Salah seorang rekan saya bernama Shaikh Sahib bekerja sebagai pegawai di Badan Pengawasan Obat & Makanan (POM) di Pegal, Perancis. Tugasnya adalah mencatat semua merek barang, makanan dan obat-obatan.

Produk apapun yang akan disajikan suatu perusahaan ke pasaran, bahan-bahan produk tersebut harus terlebih dahulu mendapat ijin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Prancis dan Shaikh Sahib kerja di Badan tersebut bagian QC, oleh sebab itu dia mengetahui berbagai macam bahan makanan yang dipasarkan.

Banyak dari bahan-bahan tersebut dituliskan dengan istilah ilmiah namun ada juga beberapa yang dituliskan dalam bentuk matematis seperti E-904, E-141. Awalnya, saat Shaikh Sahib menemukan bentuk matematis tersebut, dia penasaran dan kemudian menanyakan kode matematis tersebut kepada seorang perancis yang berwenang dalam bidang itu dan orang tersebut menjawab "KERJAKAN SAJA TUGASMU, DAN JANGAN BANYAK TANYA".

Jawaban tersebut menimbulkan kecurigaan buat Shaikh Sahib dan dia Kemudian mulai mencari tahu kode matematis tersebut dalam dokumen yang ada. Ternyata apa yang dia temukan cukup mengagetkan kaum muslim di dunia. Hampir di seluruh negara barat termasuk Eropa, pilihan utama untuk Daging adalah daging babi.

Peternakan babi sangat banyak di negara-negara tersebut. Di perancis sendiri jumlah peternakan babi mencapai lebih dari 42.000. Jumlah kandungan lemak dalam tubuh babi sangat tinggi dibandingkan dengan hewan lainnya. Namun orang eropa dan amerika berusaha menghindari lemak-lemak tersebut. Kemudian yang menjadi pertanyaan sekarang; dikemanakan lemak-lemak babi tersebut ?

Jawabannya adalah: Babi-babi tersebut dipotong di rumah-rumah jagal dalam pengawasan Badan POM dan yang membuat pusing Badan tersebut adalah membuang lemak yang sudah dipisahkan dari daging babi.

Dahulu kira-kira 60 tahun yang lalu, lemak-lemak tersebut dibakar. Kemudian mereka berpikir untuk memanfaatkan lemak-lemak tersebut. Sebagai awal ujicobanya mereka membuat sabun dengan bahan lemak tersebut dan ternyata itu berhasil.

Lemak-lemak tersebut diproses secara kimiawi, dikemas sedemikian rupa. Dan dipasarkan Dalam pada itu negara-negara di eropa memberlakukan aturan Yang mengharuskan bahan-bahan dari setiap produk makanan, obat-obatan harus dicantumkan pada kemasan. Oleh karena itu bahan yang terbuat dari lemak babi dicantukam dengan nama Pig Fat (lemak babi) pada kemasan produk.

Mereka yang sudah tinggal di Eropa selama 40 tahun terakhir ini mengetahui Hal tersebut. Namun produk dengan bahan lemak babi tersebut dilarang masuk ke negara-negara Islam pada saat itu sehingga menimbulkan deficit perdagangan bagi negara pengekspor.

Menoleh ke masa lalu, jika anda hubungkan dengan Asia Tenggara, anda mungkin tahu tentang factor yang menimbulkan perang saudara. Pada saat itu, peluru senapan dibuat di Eropa dan diangkut ke belahan Benua melalui jalur laut. Perjalanannya memakan waktu berbulan-bulan hingga mencapai tempat tujuan sehingga bubuk mesiu yang ada di dalamnya Mengalami kerusakan karena terkena air laut.

Kemudian mereka punya ide untuk melapisi peluru tersebut dengan lemak babi. Lapisan lemak tersebut harus digigit dengan gigi terlebih d! ahulu sebelum digunakan. Saat berita mengenai pelapisan tersebut tersebar dan sampai ke telinga tentara yang kebanyakan Muslim dan beberapa Vegetarian (orang yang tdk makan daging), maka tentara-tentara tersebut menolak berperang sehingga mengakibatkan perang saudara (civil war).

Negara-negara eropa mengakui fakta tersebut dan kemudian menggantikan penulisan lemak babi dalam kemasan dengan menuliskan lemak hewan. Semua orang yang tinggal di Eropa sejak tahun 1970 - an mengetahuinya.

Saat perusahaan produsen ditanya oleh pihak berwenang dari negara Islam mengenai lemak hewan tersebut, maka jawabannya bahwa lemak tersebut adalah lemak sapi & domba, walaupun demikian lemak-lemak tesebut haram bagi muslim karena penyembelihan hewan ternak tersebut tidak mengikuti syariat islam. Oleh karena itu produk dengan label baru tersebut dilarang masuk ke negara-negara islam.

Sebagai akibatnya, perusahan-perusaha produsen menghadapi masalah keuangan yang sangat serius karena 75% penghasilan mereka diperoleh dengan menjual produknya ke Negara islam, dimana laba penjualan ke negara islam bias mencapai milliard dolar. Akhirnya mereka memutuskan untuk membuat kodifikasi bahasa yang hanya dimengerti oleh Badan POM sementara orang awam tidak mengetahuinya.

Kode tersebut diawali dengan kode E-CODES. E-INGREDIENTS ini terdapat di banyak produk perusahaan multinasional termasuk pasta gigi, sejenis permen karet, cokelat, gula-gula, biscuit, makanan kaleng, buah-buahan Kalengan dan beberapa multi vitamin dan masih banyak lagi jenis produk makanan & obat-obatan lainnya.

Semenjak produk-produk tersebut di atas banyak dikonsumsi oleh negara-negara muslim, kita sebagai masyarakat muslim tidak terkecuali sedang menghadapi masalah penyakit masyarakat yakni hilangnya rasa malu, kekerasan dan seks bebas (kumpul kebo).

Oleh karenanya, saya mohon kepada semua umat islam untuk memeriksa terlebih dahulu bahan-bahan produk yang akan kita konsumsi dan mencocokannya Dengan daftar kode E-CODES berikut ini. Jika ditemukan kode-kode berikut ini dalam kemasan produk yang akan kita beli, maka hendaknya dapat dihindari karena produk dengan kode-kode tersebut di bawah ini mengandung lemak babi.

Kode-kode tersebut adalah:
E100, E110, E120, E 140, E141, E153, E210, E213, E214, E216, E234, E252,E270, E280, E325, E326, E327, E334, E335, E336, E337, E422, E430, E431, E432, E433, E434, E435, E436, E440,E470, E471, E472, E473, E474, E475,E476, E477, E478, E481, E482, E483,E491, E492, E493, E494, E495, E542,E570, E572, E631, E635, E904.

Adalah tanggung jawab kita semua sebagai umat islam untuk mengikuti syariat islam dan juga memberitahukan informasi ini kepada saudara-saurdara kita.

M. Anjad Khan, Medical Research Institute United States

Best Regard,

Rudi Sudardjat
Institute of Natural and Regional Resources (INRR) Environmental Management Division

+62 251 7533694 ext. 119 (voice), +62 251 7531287 (fax), +62 812 869 2556 (cell)
rudi@inrr.org (e-mail)

sumber: http://eramuslim.com/

Baca Selengkapnya..

Prasangka

11 Desember 2008

Di sebuah negeri zaman dulu kala, seorang pelayan raja tampak gelisah. Ia bingung kenapa raja tidak pernah adil terhadap dirinya. Hampir tiap hari, secara bergantian, pelayan-pelayan lain dapat hadiah. Mulai dari cincin, kalung, uang emas, hingga perabot antik. Sementara dirinya tidak.

Hanya dalam beberapa bulan, hampir semua pelayan berubah kaya. Ada yang mulai membiasakan diri berpakaian sutera. Ada yang memakai cincin di dua jari manis, kiri dan kanan. Dan, hampir tak seorang pun yang datang ke istana dengan berjalan kaki seperti dulu. Semuanya datang dengan kendaraan. Mulai dari berkuda, hingga dilengkapi dengan kereta dan kusirnya.

Ada perubahan lain. Para pelayan yang sebelumnya betah berlama-lama di istana, mulai pulang cepat. Begitu pun dengan kedatangan yang tidak sepagi dulu. Tampaknya, mereka mulai sibuk dengan urusan masing-masing.

Cuma satu pelayan yang masih miskin. Anehnya, tak ada penjelasan sedikit pun dari raja. Kenapa beliau begitu tega, justru kepada pelayannya yang paling setia. Kalau yang lain mulai enggan mencuci baju dalam raja, si pelayan miskin ini selalu bisa.

Hingga suatu hari, kegelisahannya tak lagi terbendung. "Rajaku yang terhormat!" ucapnya sambil bersimpuh. Sang raja pun mulai memperhatikan. "Saya mau undur diri dari pekerjaan ini," sambungnya tanpa ragu. Tapi, ia tak berani menatap wajah sang raja. Ia mengira, sang raja akan mencacinya, memarahinya, bahkan menghukumnya. Lama ia tunggu.

"Kenapa kamu ingin undur diri, pelayanku?" ucap sang raja kemudian. Si pelayan miskin itu diam. Tapi, ia harus bertarung melawan takutnya. Kapan lagi ia bisa mengeluarkan isi hati yang sudah tak lagi terbendung. "Maafkan saya, raja. Menurut saya, raja sudah tidak adil!" jelas si pelayan, lepas. Dan ia pun pasrah menanti titah baginda raja. Ia yakin, raja akan membunuhnya.

Lama ia menunggu. Tapi, tak sepatah kata pun keluar dari mulut raja. Pelan, si pelayan miskin ini memberanikan diri untuk mendongak. Dan ia pun terkejut. Ternyata, sang raja menangis. Air matanya menitik.

Beberapa hari setelah itu, raja dikabarkan wafat. Seorang kurir istana menyampaikan sepucuk surat ke sang pelayan miskin. Dengan penasaran, ia mulai membaca, "Aku sayang kamu, pelayanku. Aku hanya ingin selalu dekat denganmu. Aku tak ingin ada penghalang antara kita. Tapi, kalau kau terjemahkan cintaku dalam bentuk benda, kuserahkan separuh istanaku untukmu. Ambillah. Itulah wujud sebagian kecil sayangku atas kesetiaan dan ketaatanmu."
**

Betapa hidup itu memberikan warna-warni yang beraneka ragam. Ada susah, ada senang. Ada tawa, ada tangis. Ada suasana mudah. Dan, tak jarang sulit.

Sayangnya, tak semua hamba-hamba Yang Maha Diraja bisa meluruskan sangka. Ada kegundahan di situ. Kenapa kesetiaan yang selama ini tercurah, siang dan malam; tak pernah membuahkan bahagia. Kenapa yang setia dan taat pada Raja, tak dapat apa pun. Sementara yang main-main bisa begitu kaya.

Karena itu, kenapa tidak kita coba untuk sesekali menatap 'wajah'Nya. Pandangi cinta-Nya dalam keharmonisan alam raya yang tak pernah jenuh melayani hidup manusia, menghantarkan si pelayan setia kepada hidup yang kelak lebih bahagia.

Pandanglah, insya Allah, kita akan mendapati jawaban kalau Sang Raja begitu sayang pada kita.

sumber: http://eramuslim.com/

Baca Selengkapnya..

Makna Kurban

09 Desember 2008

By A.Ilyas Ismail, MA.

Menurut para ahli hukum Islam, hukum ibadah kurban adalah sunnah muakkadah. Artinya amat dianjurkan bagi orang Muslim yang mampu. Mampu di sini, tidak identik dengan kaya. Menurut madzhab Syafi'i, bila seorang masih mempunyai sejumlah uang di luar kebutuhan dan biaya hidupnya pada hari raya dan tiga hari berikutnya (Ayam al-Tasyriq), maka telah berlaku baginya anjuran berkurban. (Al-Jaziri, Al-Fiqh 'Ala al-Madzahib al-Arba'ah, 1/716). Ibadah ini mulai diperintahkan oleh Allah swt pada tahun kedua Hijrah, bersamaan dengan perintah salat hari raya, zakat mal, dan zakat fitrah.

Rasulullah saw sendiri, seperti disebut dalam banyak hadis, melaksanakan ibadah kurban dengan menyembelih dua ekor kambing. (H.R. Bukhari). Beliau menyembelih sendiri kurbannya itu dengan membaca Basmalah dan Takbir, sambil berkata, ''Hadza 'Anni wa 'Amman Lam Yudhahhi min Ummati (Kurban ini dari-ku (Muhammad saw) dan dari orang yang tak mampu berkurban dari ummat-ku). (H.R. Abu Daud).

Ibadah kurban, seperti halnya ibadah haji, bersifat simbolik. Di dalamnya, terkandung beberapa makna spiritual yang amat dalam.

Pertama, ia merupakan ungkapan rasa syukur kepada Allah swt. Sebagai ungkapan syukur, maka bacaan takbir ketika menyembelih hewan kurban itu, tulis pakar tafsir Abdullah Yusuf Ali, justru lebih penting dari pada penyembelihan kurban itu sendiri. (The Holy Qur'an: Translation and Commentary, No.2810).

Kedua, kurban adalah ungkapan cinta kasih dan simpatik kepada kaum lemah. Dikatakan demikian, karena ibadah kurban tak sama dengan upacara persembahan dalam agama-agama lain. Hewan kurban tidak dibuang di altar pemujaan dan tidak pula dihanyutkan di air sungai. Daging kurban itu justru untuk dinikmati oleh pelaku ibadah kurban itu sendiri dan orang-orang miskin di sekitarnya. Allah berpesan, ''Lalu makanlah sebagian dari dagingnya dan beri makanlah (dengan bagian yang lainnya) orang fakir yang sengsara.'' (al-Haj, 28).

Ketiga, kurban adalah simbol dari kesediaan kita untuk melawan dan mengenyahkan segala sesuatu yang akan menjauhkan diri kita dari jalan Allah swt. Sesuatu itu, bisa berupa harta dan kekayaan kita, kedudukan dan pekerjaan kita, atau apa saja yang membuat kita tak sanggup berkata benar.

Karena itu, kurban dapat pula disebut sebagai simbol dari kemenangan kita melawan hawa nafsu kita sendiri. Dari sini kita dapat memahami bahwa ibadah kurban pada hakikatnya adalah komitmen kita untuk senantiasa menuhankan Allah, bukan menuhankan hawa nafsu kita sendiri, serta kesediaan kita untuk berbagai rasa dengan sesama manusia, terutama kaum lemah. Komitmen inilah yang akan membawa kita meraih perkenan dari ridha Allah, bukan darah dan daging kurban itu sendiri. Allah berfirman. ''Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaanmulah yang dapat mencapainya''. (Al-Haj, 37).

sumber: http://republika.co.id/

Baca Selengkapnya..

Aku Mencintaimu dan Mendukungmu

02 Desember 2008

Oleh: Dra. Anis Byarwati, MSi.

Ekspresi cinta bisa bermacam-macam. Bagaimana dengan ekspresi cinta pasangan aktifis dakwah? Menjadi aktifis, saya rasa tidak berarti kehilangan ekspresi dalam mencintai pasangan. Bahkan menurut saya, ekspresi cinta pasangan aktifis dakwah itu unik, karena juga harus punya pengaruh positif untuk dakwah. Lho, kok bisa begitu? Apa hubungannya ekspresi kita dalam mencintai pasangan dengan dakwah?

Berbicara soal cinta mencintai, saya terkesan dengan filosofi cinta yang dimiliki ibu saya. Filosofi beliau ini saya ‘tangkap’ secara tak sengaja ketika beliau sedang ‘menceramahi’ adik bungsu saya yang laki-laki yang sedang kasmaran. Cerita sedikit, begini kira-kira sebagian kecil isi ceramah ibu saya… “Kalau kamu mencintai seseorang malah membuat kamu jadi malas belajar, malas kuliah, malas ngapa-ngapain, membuat kamu malah jadi mundur kebelakang, itu cinta yang nggak benar …dst”.

Jadi begitu rupanya. Saya mencoba merenungi kata-kata itu lebih dalam. Saya merasakan ada kebenaran dari ‘ceramah’ ibu saya itu. Mencintai seseorang tidak boleh membuat kita menjadi mundur ke belakang. Sebaliknya, mencintai seseorang harus membuat kita lebih produktif, lebih berenergi, lebih punya vitalitas. Singkatnya, mencintai seseorang harus membuat kita menjadi lebih baik dari sebelumnya!

Lalu secara reflek saya mengaitkan itu dengan kehidupan cinta antara pasangan aktifis dakwah. Antara Ummahat al-Mukminin dengan Rasul Yang Mulia, antara para shahabiyat dengan suami mereka. Lihatlah ekspresi cinta Fathimah putri Rasulullah terhadap Ali bin Abi Thalib, Asma’ binti Abi Bakar terhadap Zubair bin Awwam, Ummu Sulaim terhadap Abu Thalhah, juga ekspresi cinta Khansa’, Nusaibah, dan para aktifis dakwah zaman ini. Mencintai suami tidak membuat mereka menjadi lemah atau mundur ke belakang. Mencintai suami juga tidak membuat mereka menjadi tak berdaya atau tak mandiri. Justru yang kita saksikan dalam sejarah, mencintai membuat mereka menjadi semakin kokoh, lebih produktif dan kontributif dalam beramal, lebih matang dan bijaksana dalam berperilaku. Dengan kata lain, mereka menjadi semakin ‘berkembang’ dan ‘bersinar’ setelah menikah!

Betapa indahnya jika ekspresi cinta kita kepada suami membawa dampak seperti itu! Betapa indahnya jika ekspresi kita dalam mencintai suami memberi pengaruh posititif pada kehidupan kita, baik sebagai pribadi maupun sebagai aktifis dakwah.

Menurut saya, mencintai suami tidak berarti ‘kehilangan’ diri kita sendiri. Tidak juga berarti kehilangan privacy, tidak membuat kita merasa ‘terhambat’, ‘terbelenggu’, atau ‘tak berdaya’. Kita bisa mencintai suami kita sambil tetap memiliki kepribadian kita sendiri, tetap memiliki privacy. Tentu saja semuanya dalam batas tertentu dan tetap berada dalam koridor yang sesuai dengan syari’at Allah.

Bahkan yang lebih dahsyat adalah, jika cinta kita kepada suami memiliki ‘kekuatan’ yang menggerakkan dan memotivasi. Lalu cinta itu mampu membuat kita ‘berkembang’, menjadikan kita semakin energik, produktif dan kontributif! Dengan begitu, pernikahan membawa keberkahan tersendiri bagi dakwah. Karena, dakwah mendapatkan ‘kekuatan dan darah baru’ dari pernikahan para aktifisnya.

Apakah hal itu terlalu idealis? Karena kenyataan kadang berkata sebaliknya. Berapa banyak perempuan kita yang setelah menikah merasa dirinya tidak berkembang? Atau merasa hilang potensinya? Saya tidak ingin mengatakan kondisi ‘tenggelamnya’ perempuan setelah menikah sebagai sebuah fenomena, meski kondisi seperti ini sering saya jumpai di Jakarta dan juga ketika saya berkunjung ke daerah-daerah.

Saya tak ingin membahas kenapa itu terjadi, apalagi mencari ‘kambing hitam’ segala. Tetapi kita patut merenungkan kata-kata Imam Syahid Hassan Al-Banna ketika berbicara tentang pernikahan dan kehidupan rumah tangga. Saya kutipkan kata-kata beliau ini yang terdapat dalam buku Hadits Tsulasa, halaman 629… “Kehidupan rumah tangga adalah ‘hayatul amal’. Ia diwarnai oleh beban-beban dan kewajiban. Landasan kehidupan rumah tangga bukan semata kesenangan dan romantika, melainkan tolong- menolong dalam memikul beban kehidupan dan beban dakwah…”

Rumah tangga merupakan lahan amal. Rumah tangga juga menjadi markaz dakwah. Perjalanan kehidupan rumah tangga para aktifis dakwah bukan hanya dipenuhi romantika semata, tetapi juga diwarnai oleh dinamika semangat beribadah, beramal dan berdakwah. Sebuah perjalanan rumah tangga yang bernuansa ta’awun dalam memikul beban hidup dan beban dakwah. Subhanallah!

Saya memberikan apresiasi kepada para perempuan yang setelah menikah justru semakin ‘bersinar’, kokoh, matang, bijaksana, energik, produktif dan kontributif dalam beramal, sambil menjaga keseimbangan dalam menunaikan tugas sebagai istri dan ibu. Saya percaya, untuk bisa mendapatkan semua kondisi itu ada proses panjang, kerja keras dan pengorbanan yang tidak kecil. Barakallahu fiiki.

Lalu untuk perempuan yang masih merasa ‘terhambat, terbelenggu dan tidak berkembang’ setelah menikah, saya ingin memberi apresiasi secara khusus. Berusahalah untuk menghilangkan perasaan terhambat, terbelenggu atau tidak berkembang itu. Ya, sebab membiarkan perasaan-perasaan semacam itu menguasai diri kita, sama saja dengan ‘menggali kuburan sendiri’. Bukankah lebih baik jika kita tetap berpikir jernih dan positif? Lalu mencari bentuk kontribusi yang paling memungkinkan yang bisa kita berikan untuk dakwah. Bisakah kita tetap berhusnuzhon, selama kita ikhlas menjalani hidup kita, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal kita? Bisakah kita tetap yakin, bahwa kemuliaan seseorang tidak ditentukan oleh gelar, jabatan, posisi, kedudukan, ketokohan dan kondisi fisik lainnya?!

“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertakwa diantara kamu” (QS al-Hujurat:13).

Jadi, tetaplah tegar dan sedapat mungkin beramal sesuai kemampuan dan kesanggupan, karena kita tidak dituntut untuk beramal diluar kemampuan dan kesanggupan kita. Barakallahu fiiki!

sumber: http://www.dakwatuna.com/

Baca Selengkapnya..