Hampir tak ada yang berbeda dari kisah Nabi Musa AS dalam kepercayaan Yahudi, Nasrani, dan Islam. Semasa bayi ia terpaksa dihanyutkan ibunya ke sungai Nil. Ketika itu Fir'aun panik oleh ramalan tentang kelahiran seorang bayi Bani Israil yang akan menghancurkannya kelak. Banyak sudah bayi-bayi tak berdosa yang dibunuh. Ibunda Musa pun cemas. Agar anaknya selamat, ia hanyutkan bayinya ke sungai Nil. ''Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa: Susukanlah dia dan apabila kamu khawatir terhadapnya, maka jatuhkanlah dia ke dalam sungai.'' (Q.S. 28:7).
Begitu ditemukan istri Fir'aun, bayi rupawan itu langsung diangkat anak dan diberi nama Musa (anak yang diambil dari air). Namun, diam-diam ia sempat menikmati masa penyusuan yang sempurna dari ibu kandungnya. Dalam dua agama terdahulu hanya diceritakan bahwa kakak perempuannya mengikuti keranjang hanyut itu hingga ke pemandian putri, sehingga ia dapat memberi tahu istri Fir'aun tentang seorang perempuan yang bersedia menerima upah untuk menyusukan bayi.
Tetapi Alquran menceritakannya lebih rinci. Istri Fir'aun sempat panik ketika Musa sehari suntuk meronta-ronta, menolak disusukan oleh beberapa perempuan upahan, hingga tiba giliran ibu kandungnya mengatasi situasi. ''.....dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusukannya sebelum itu ....'' (Q.S. 28:12)
Ini bukan soal diskriminasi antarkelas, karena Nabi Besar Muhammad saw sendiri disusukan oleh seorang perempuan dusun penggembala kambing. Peristiwa ini adalah petunjuk tentang besarnya perlindungan Allah kepada seorang bayi istimewa yang akan diterjunkan di lingkungan kafir berbudaya tinggi. Maka, sejak balita ia mutlak perlu dibekali.
Allah mengilhamkan sang ibu untuk menyusukannya sebelum dihanyutkan. Ternyata ini memberi pengaruh pada naluri, intuisi, dan memori si bayi. Ia sempat merekam kenikmatan yang tiada tara, yaitu muncratnya air susu, karena luapan kasih ibu, pada saat-saat perpisahan yang pilu. Luapan kasih itu ternyata semutu dengan ledakan rindu ketika ibu dan anak kembali bertemu. Barulah reda tangis Musa dalam dekapan sang ibu, yang disertai derasnya aliran air susu. Sains modern menamakan kemampuan ajaib itu let down reflex dalam proses penyusuan anak.
Penyusuan yang sempurna selama dua tahun penuh (Q.S. 2 : 233) memang erat kaitannya dengan pembentukan kepribadian di usia balita. Dengan itulah pangeran Mesir merangkap nabi yang perkasa itu tercegah untuk tidak menjadi pria yang bermasalah, meski pun di usia muda ia sempat berperan, berbudaya, dan ber-ibu ganda.
sumber: http://republika.co.id/
Begitu ditemukan istri Fir'aun, bayi rupawan itu langsung diangkat anak dan diberi nama Musa (anak yang diambil dari air). Namun, diam-diam ia sempat menikmati masa penyusuan yang sempurna dari ibu kandungnya. Dalam dua agama terdahulu hanya diceritakan bahwa kakak perempuannya mengikuti keranjang hanyut itu hingga ke pemandian putri, sehingga ia dapat memberi tahu istri Fir'aun tentang seorang perempuan yang bersedia menerima upah untuk menyusukan bayi.
Tetapi Alquran menceritakannya lebih rinci. Istri Fir'aun sempat panik ketika Musa sehari suntuk meronta-ronta, menolak disusukan oleh beberapa perempuan upahan, hingga tiba giliran ibu kandungnya mengatasi situasi. ''.....dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusukannya sebelum itu ....'' (Q.S. 28:12)
Ini bukan soal diskriminasi antarkelas, karena Nabi Besar Muhammad saw sendiri disusukan oleh seorang perempuan dusun penggembala kambing. Peristiwa ini adalah petunjuk tentang besarnya perlindungan Allah kepada seorang bayi istimewa yang akan diterjunkan di lingkungan kafir berbudaya tinggi. Maka, sejak balita ia mutlak perlu dibekali.
Allah mengilhamkan sang ibu untuk menyusukannya sebelum dihanyutkan. Ternyata ini memberi pengaruh pada naluri, intuisi, dan memori si bayi. Ia sempat merekam kenikmatan yang tiada tara, yaitu muncratnya air susu, karena luapan kasih ibu, pada saat-saat perpisahan yang pilu. Luapan kasih itu ternyata semutu dengan ledakan rindu ketika ibu dan anak kembali bertemu. Barulah reda tangis Musa dalam dekapan sang ibu, yang disertai derasnya aliran air susu. Sains modern menamakan kemampuan ajaib itu let down reflex dalam proses penyusuan anak.
Penyusuan yang sempurna selama dua tahun penuh (Q.S. 2 : 233) memang erat kaitannya dengan pembentukan kepribadian di usia balita. Dengan itulah pangeran Mesir merangkap nabi yang perkasa itu tercegah untuk tidak menjadi pria yang bermasalah, meski pun di usia muda ia sempat berperan, berbudaya, dan ber-ibu ganda.
sumber: http://republika.co.id/
0 komentar:
Posting Komentar