Ka'bah Tempat Ibadah Pertama di Dunia

26 Mei 2009

Sesungguhnya, rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia ialah Baitullah di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barang siapa memasukinya menjadi amanlah dia. Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah. Yaitu, (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), sesungguhnya Allah Maha Kaya dari semesta alam. (QS Ali Imran: 96-97)


Umat Islam di seluruh dunia pasti mengenal Ka'bah, rumah Allah (Bayt Allah) yang menjadi kiblat umat Islam di seluruh jagat raya ini. Ka'bah atau Bayt Atiq dibangun oleh Nabi Ibrahim AS dan putranya, Nabi Ismail AS. Dan, Bayt Allah ini merupakan tempat ibadah yang pertama kali dibangun di atas dunia.

Dalam menafsirkan surah Ali Imran ayat 96, Al-Qurthubi, seorang ahli tafsir, mengatakan bahwa orang yang pertama kali membangun Baitullah adalah Nabi Adam AS.

Ali bin Abi Thalib menyatakan, ''Allah SWT memerintahkan para malaikat-Nya untuk membangun Baitullah di muka bumi dan melaksanakan tawaf di sana. Peristiwa tersebut terjadi sebelum Adam diturunkan ke bumi. Setelah turun, Adam menyempurnakan bangunannya dan bertawaf di sana dan juga para nabi setelahnya. Kemudian, pembangunan Baitullah tersebut dilaksanakan kembali dan disempurnakan oleh Nabi Ibrahim AS bersama putranya, Ismail.''

Penjelasan ini berdasarkan keterangan Alquran surah Albaqarah (2) ayat 127 dan surah Alhajj (22) ayat 26. ''Dan, ingatlah ketika Ibrahim meninggikan fondasi Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), 'Ya, Rabb kami, terimalah (amal) dari kami. Sesungguhnya, Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.'' (QS Albaqarah: 127).

Dari keterangan ini, jelaslah bahwa yang pertama kali membangun Ka'bah adalah Nabi Adam AS. Dan, yang menyempurnakan pembangunan Ka'bah dengan memasang atau meninggikan fondasinya adalah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS.

Para ulama salaf mengatakan bahwa di setiap tingkat langit terdapat sebuah rumah. Penduduk langit tersebut beribadah kepada Allah di rumah tersebut. Oleh karena itulah, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim AS membuat bangunan seperti itu pula di muka bumi.

Pembangunan Ka'bah di lokasi yang ada saat ini berawal ketika Siti Hajar (ibunda Ismail) bolak-balik mencari air dari Bukti Safa ke Bukit Marwah sebanyak tujuh kali. Peristiwa ini kemudian diabadikan menjadi salah satu rukun haji. Sementara itu, Ismail yang masih bayi terus-menerus menangis karena kehausan. Saat menemui Ismail inilah, Hajar melihat air berada di bawah tungkai kaki Ismail. Ada yang menyebutkan, munculnya air itu disebabkan entakan kaki Ismail dan ada pula yang menyebutkan karena perantara Jibril.

Ada pula pendapat yang menyatakan bahwa diperintahkannya Nabi Ibrahim AS untuk membangun kembali Ka'bah itu disebabkan sebelumnya tempat tersebut terjadi banjir besar. Sehingga, Ibrahim diperintahkan untuk meninggikan fondasinya.

Sebagaimana dikatakan Al-Azraqi dalam Tarikh Makkah, ''Setelah peristiwa banjir besar, lokasi Ka'bah dulu telah hilang. Lokasi tersebut berbentuk bukit kecil berwarna merah yang tidak terjangkau aliran air. Saat itu, manusia hanya tahu bahwa di sana ada tempat yang sangat bernilai tanpa mengetahui lokasinya secara pasti. Dari seluruh penjuru dunia, mereka yang dizalimi, menderita, dan butuh perlindungan datang ke tempat ini untuk berdoa. Doa mereka pun dikabulkan. Manusia pun mengunjunginya hingga Allah memerintahkan Ibrahim untuk membangun Ka'bah kembali. Sejak Nabi Adam AS diturunkan ke bumi, Baitullah selalu menjadi tempat yang dimuliakan dan diperbaiki terus-menerus oleh setiap agama dan umat dari satu generasi ke generasi lainnya. Tempat ini juga senantiasa dikunjungi Malaikat sebelum Adam turun ke bumi.''

Pembangunan itu dilakukan Ibrahim dan Ismail. Ismail yang mengangkat batunya dan Ibrahim yang memasangnya. Dan, setelah sekian lama, karena bangunan semakin tinggi, Nabi Ibrahim AS tidak mampu lagi menjangkau tempat tertinggi untuk memasang batu-batu tersebut. Dan, Ismail kemudian membawakan sebuah batu untuk menjadi pijakan bagi Nabi Ibrahim. Batu inilah yang akhirnya disebut sebagai maqam Ibrahim.

Mereka pun terus bekerja sembari mengucapkan doa, ''Wahai, Rabb kami, terimalah dari kami (amalan kami), Sesungguhnya, Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.''

Setelah selesai, Allah kemudian memerintahkan Ibrahim untuk berseru kepada seluruh umat manusia agar mengerjakan haji. Penjelasan ini terdapat dalam surah Alhajj ayat 27-29. sya


Abrahah dan Kegagalan Menghancurkan Ka'bah

Sebagian besar umat Islam mengenal nama Abrahah yang bermaksud menghancurkan Ka'bah (kiblat umat Islam) di Makkah. Apalagi, peristiwa itu diabadikan dalam Alquran surah Alfil (Gajah) ayat 1-5.

Disebutkan, dengan pasukan gajah (ashab al-fil), Abrahah menunggang satu ekor gajah (ada pula yang menyebutkan 13 ekor), yang menurut sebagian ahli tafsir, gajah itu bernama Mahmud.

Abrahah adalah gubernur Yaman setelah Yusuf Dzu Nuwas. Nama lengkapnya adalah Abrahah bin al-Asyram al-Habasyi. Menurut riwayat, peristiwa Abrahah bersama pasukannya itu untuk menghancurkan Ka'bah terjadi pada tahun 571 M. Namun, ada pula yang menyebutkan tahun 570 M. Akan tetapi, sebagian ahli tafsir menyakini bahwa peristiwa itu terjadi beberapa saat sebelum kelahiran Rasulullah SAW.

Dr Syawqi Abu Khalil, dalam bukunya Atlas Alquran, Mengungkap Misteri Kebenaran Alquran, menyebutkan bahwa peristiwa penyerbuan tentara Abrarah dengan maksud menghancurkan Ka'bah itu terjadi pada 20 April 571 M. Adapun maksud Abrahah menghancurkan Ka'bah adalah supaya dia bisa mengalihkan perhatian bangsa Arab dari Ka'bah ke gereja Qullais yang dia bangun di Shan'a. Konon, bangunan gereja di Qullais ini sangat istimewa dan mewah karena bahan-bahannya terbuat dari emas dan perak. Namun demikian, kemewahan dan kemegahan gereja tersebut tidak membuat para pedagang Arab ataupun lainnya mengalihkan perhatian dari Ka'bah.

Sebuah riwayat menyebutkan, ketika Abrahah bersiap-siap memasuki Makkah dan menyiapkan gajah yang besar ini untuk melakukan perjalanan, tiba-tiba gajah ini duduk menderum. Lalu, mereka berusaha menyuruhnya berdiri, tapi mereka tidak mampu membuatnya beranjak dari tempat duduknya. Kemudian, mereka menghadapkannya ke arah Syam (syria), gajah itu pun berlari. Setelah itu, mereka mengarahkannya ke Yaman, sang gajah itu pun melaju. Tapi, ketika diarahkan ke Makkah, gajah itu tak mau beranjak.

Di dekat Makkah, Abrahah dan balatentaranya merampas harta masyarakat Arab. Di antara harta yang dirampas itu adalah unta milik Abdul Muthalib bin Hasyim, kakek Rasulullah SAW. Ketika Abdul Muthalib meminta unta tersebut, Abrahah terperanjat kaget seraya berkata, ''Apakah hanya 200 ekor unta ini engkau menemuiku, sementara engkau tinggalkan sebuah rumah yang menjadi agamamu dan agama nenek moyangmu. Kini, aku datang untuk menghancurkannya, Apakah engkau tidak hendak membicarakannya kepadaku?''

Abdul Muthalib berkata, ''Sesungguhnya, aku adalah pemilik unta ini dan sesungguhnya rumah itu sudah memiliki Pemiliknya sendiri yang akan melindunginya darimu.''

Yang menjadi penunjuk jalan bagi Abrahah dan pasukannya adalah seorang pengkhianat yang bernama Abu Righal. Sampai sekarang, masyarakat Arab masih biasa melempari kuburannya yang terletak di Mughammas dengan batu. Satu tempat yang terletak di jalanan menuju Thaif.

Allah SWT mengirimkan burung-burung Ababil (serombongan demi serombongan) untuk melempari pasukan Abrahah dengan batu yang terbuat dari tanah liat yang sudah terbakar. Lalu, Dia menjadikan pasukan Abrahah seperti daun-daun yang dimakan ulat. Sebab, angin mengembuskannya ke kanan dan ke kiri sehingga beterbangan ke mana-mana.

Menurut Muhammad Husain Haekal dalam buku Sejarah Hidup Muhammad, setelah gagal menghancurkan Ka'bah, ia kembali lagi bersama pasukannya yang masih hidup ke Yaman. Sepanjang perjalanan, banyak anak buahnya yang meninggal dunia karena penyakit cacar. Abrahah sendiri menderita penyakit yang sama hingga kemudian ia meninggal dunia.

Pendapat serupa juga diungkapkan Martin Lings (Abu Bakar Sirajuddin), dalam bukunya yang berjudul Muhammad. Ketika burung-burung Ababil melempari pasukan Abrahah dengan batu yang panas, semuanya menjadi kocar-kacir dan akhirnya cepat-cepat meninggalkan Kota Makkah. Dan, Abrahah sendiri tewas di kediamannya di Habasyah (Ethiopia, sekarang) karena cacar. sya


Maqam Ibrahim

Maqam Ibrahim bukanlah kuburan Nabi Ibrahim. Maqam Ibrahim adalah batu tempat berpijaknya Nabi Ibrahim ketika membangun Ka'bah. Ketika itu, Ibrahim bermaksud meletakkan batu ke tempat teratas, namun tangannya tak mampu menjangkaunya. Lalu, ia memerintahkan Nabi Ismail untuk mencarikan sebuah batu sebagai tempat berpijaknya.

Posisi Maqam Ibrahim itu, hingga saat ini, sama persis pada saat pembangunan Ka'bah. Demikian pula pada masa Rasulullah SAW, Abu Bakar, hingga terjadinya banjir besar pada masa Umar.

Pada mulanya, maqam itu menempel pada dinding Ka'bah. Namun, pada masa Umar, digeser ke arah timur agar di sisi Maqam Ibrahim bisa menjadi tempat shalat, sebagaimana keterangan Alquran surah Albaqarah ayat 125. Seperti dikutip Sami bin Abdullah al-Maghluts dalam bukunya Atlas Sejarah Nabi dan Rasul dari Abi Thalib, sebuah syair yang mengatakan, ''Nabi Ibrahim berpijak di atas sebuah batu besar yang lembab, langsung dengan kedua telapak kakinya tanpa alas.'' sya


Sejarah Pemeliharaan Ka'bah dan Masjidil Haram

Sejarah panjang mewarnai perjalanan pembangunan hingga pemeliharaan Ka'bah serta pelebaran Masjidil Haram sejak pertama kali hingga sekarang ini.

Abu Umar Urwah Al-Bankawy dalam bukunya Kisah-kisah tentang Ka'bah menyebutkan, perbaikan Ka'bah terjadi pada masa Rasulullah berusia 35 tahun. Ketika itu, beliau belum diangkat menjadi seorang nabi.

Ketika itu, Kota Makkah dilanda banjir besar yang meluap sampai ke Masjidil Haram. Orang-orang Quraisy menjadi khawatir banjir ini akan dapat meruntuhkan Ka'bah. Lalu, orang-orang Quraisy sepakat untuk melakukan perbaikan bangunan Ka'bah.

Rasulullah sendiri ikut bersama-sama yang lain membangun Ka'bah. Beliau bergabung bersama paman beliau, Abbas RA. Ketika beliau mengambil batu-batu, Abbas menyarankan beliau untuk mengangkat jubahnya hingga di atas lutut. Namun, Allah menakdirkan aurat beliau senantiasa tertutup sehingga belum sempat beliau mengangkat jubahnya, beliau pun jatuh terjerembab ke tanah. Beliau kemudian memandang ke atas langit sambil berkata, "Ini gara-gara jubahku. Ini gara-gara jubahku." Setelah itu, aurat beliau tidaklah pernah terlihat lagi.

Peletakan Hajar Aswad

Ketika pembangunan sudah sampai ke bagian Hajar Aswad, bangsa Quraisy berselisih tentang siapa yang mendapatkan kehormatan untuk meletakkan Hajar Aswad ke tempatnya semula. Mereka berselisih sampai empat atau lima hari.

Perselisihan ini bahkan hampir menyebabkan pertumpahan darah. Abu Umayyah bin Al-Mughirah Al-Makhzumi kemudian memberikan saran kepada mereka agar menyerahkan keputusan kepada orang yang pertama kali lewat pintu masjid. Bangsa Quraisy pun menyetujui ide ini.

Allah SWT menakdirkan bahwa orang yang pertama kali lewat pintu masjid adalah Rasulullah SAW. Orang-orang Quraisy pun ridha dengan diri beliau sebagai penentu keputusan dalam permasalahan tersebut. Rasulullah pun kemudian menyarankan suatu jalan keluar, yaitu dengan membentangkan serbannya. Masing-masing kabilah diminta untuk memegangi ujung serban dan Rasulullah meletakkan Hajar Aswad tersebut di atasnya. Setelah semua kabilah memegang ujung surban dan mengangkatnya, Rasulullah kemudian mengambil Hajar Aswad tersebut dan meletakkannya pada tempat semula.

Pelebaran Masjidil Haram

Menurut pendapat Sami bin Abdullah al-Maghluts, pelebaran Masjidil Haram sesaat sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah hingga masa Raja Fahd (khadimul haramain, pemelihara dua tanah suci: Makkah dan Madinah), terdapat sekitar 13 kali perluasan sebagai berikut.
1. Periode Quraisy sebelum Rasul hijrah.
2. Perluasan dilakukan pada masa Umar bin Khattab.
3. Perluasan masa Usman.
4. Perluasan di masa Abdullah bin Zubair.
5. Perluasan di masa Walid bin Abdul Malik.
6. Masa Abu Ja'far al-Manshur.
7. Masa Muhammad al-Mahdi.
8. Masa al-Mu'tashid al Abbasi.
9. Masa al-Muqtadhir al-Abbasi.
10. Masa Utsmani.
11. Masa Pemerintah Arab Saudi pertama.
12. Perluasan masa Pemerintah Arab Saudi kedua yang dilakukan pada masa khadimul haramain, yaitu berupa penambahan eskalator dan perluasan Masjidil Haram, hingga sekarang ini. sya/taq

sumber: http://republika.co.id/

Baca Selengkapnya..

Bahasa Semut

05 Mei 2009

Oleh: Abduddaim al-Kahil

Profesor Robert Hickling sudah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk meneliti serangga dan merekam getaran-getaran bunyi yang mereka lepaskan. Namun, bahan-bahan yang diperoleh tidak bisa dinyatakan hingga ia mampu merekam bunyi-bunyi yang berasal dari semut. Ia bermaksud meneliti semut di sarangnya. Mereka tidak menemukan metoda yang lebih baik daripada mengikuti bunyi-bunyi semut.

Bagaimanapun, hal yang mengejutkan ilmuwan itu adalah bahwa frekwensi bunyi-bunyi yang dilepaskan semut-semut itu bervariasi dari satu semut dengan semut lain, dan dari jenis semut yang satu dengan jenis semut yang lain. Ada dua belas ribu spesis dalam dunia semut di muka bumi, melebihi ras manusia. Di hadapan jumlah yang luar biasa ini para peneliti bingung mengenai bagaimana mereka mencocokkan semua bunyi tersebut.

Beraneka bunyi semut bisa direkam dengan sukses, dan bagian-bagian dari riset ini diterbitkan di majalan Journal of Sound and Vibration tahun 2006, dan itu adalah pertama kali manusia dapat mendengar suara semut yang sebenarnya.

Peneliti ini menerbitkan banyak riset dan yang paling penting adalah tentang komunikasi antar semut dengan judul ‘Analisis Komunikasi Akustik Oleh Semut’ di Journal of Acoustical Society of Amarican Magazine.

Peneliti-peneliti ini menunjukkan bahwa semut-semut melebihi kita dalam komunikasi akustik. Para ilmuwan mengharapkan bahwa semut menggunakan antena-antena untuk mengirim dan menerima getaran suara. Semut memperkuat isyarat-isyarat suara yang diterima seperti yang alat-alat penerima yang canggih.

Lebih dari itu, semut-semut itu bisa menghilangkan bunyi-bunyi yang melebihi batas, sehingga hal tersebut menjadi filtrasi atau klarifikasi terhadap bunyi untuk mencirikannya dari yang lain. Ini merupakan sistem komunikasi yang sangat maju, yang selama ini tidak dikenal para ilmuwan, dan mereka baru menemukannya beberapa tahun yang lalu. Namun al-Qur’an al-Karim telah menyinggung hal tersebut dan mengatakan kepada kita bahwa semut-semut itu berbicara.

Allah berfirman, ‘Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut, ‘Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.’ (an-Naml: 18)

Di dalam ayat ini, ada suatu bukti yang jelas bahwa semut-semut mempunyai suatu bahasa untuk memahami satu sama lain, dan Allah mengaruniai Sulaiman kemampuan untuk mendengar dan memahami suara-suara mereka. Para ilmuwan berusaha untuk menangkap isyarat-isyarat akustik yang diucapkan semut-semut. Namun, mereka membedakan empat macam bunyi setelah melakukan pengamatan selama bertahun-tahun.

Semut menggunakan sinyal akustik tertentu yang dilepaskanya saat marah. Seekor semut memberi peringatan, lalu ia mengeluarkan panggilan yang bisa diterima, dipahami, dan direspon kawannya dengan segera.

Para ilmuwan menyatakan bahwa semut-semut itu seperti kita, mereka melaksanakan tugas-tugas mereka secara efisien. Sambil kerja, semut-semut berbicara satu sama lain dan berkata seperti manusia. Kita menemukan bahwa semut-semut mengorganisir proses pengumpulan makanan dan tugas-tugas lain melalui bunyi-bunyi tertentu dan berbagai perintah yang dilepaskannya, sementara semut-semut lain mendengar dan merespon!

Ketika semut menyerang seekor ulat, maka ia mengeluarkan suara yang menakutkan. Suara-suara tersebut benar-benar tidak bisa dipahami, dan mereka melakukan pertemuan seperti manusia.

Phil De Vries menemukan bahwa serangga melepaskan getaran-getaran suara lemah yang dapat dibedakan oleh semut. Kumbang penghisap mengeluarkan zat yang mengandung gula yang disukai semut. Serangga ini mengeluarkan getaran selama ia bekerja, sehingga semut sering kali terjebak sebagai mangsanya. Getaran-getaran akustik itu merupakan alat komunikasi di antara serangga.

Allah berfirman, ‘Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.’ (al-Isra’: 44)

Robert Hickling, salah seorang peneliti terkemuka mengatakan, ‘Semut-semut tidak bereaksi terhadap suara manusi dan tidak terpengaruh olehnya. Tetapi jika kita mengarahkan kepadanya getaran-getaran yang sesuai, maka semut terpengaruh olehnya dan meresponnya. Ini berarti bahwa semut-semut mempunyai bahasa sendiri dan mereka sepenuhnya seperti manusia. Di sini kita ingat akan firman Allah, ‘Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.’ (an-Naml: 38)

Karenanya kita menyadari bahwa al-Qur’an al-Karim itu sejalan dengan ilmu pengetahuan modern.

sumber: http://eramuslim.com/

Baca Selengkapnya..