AM Fatwa
Salah satu semangat Alquran yang istimewa adalah penghormatan yang luar biasa terhadap ide persamaan dan persaudaraan. Alquran menegaskan bahwa manusia diciptakan Tuhan dari satu jiwa, kemudian dari satu jiwa itu Ia ciptakan pula pasangannya dan dari keduanya Ia ciptakan lagi banyak laki-laki dan perempuan (QS An-Nisa', 1-4). Selanjutnya lelaki dan perempuan yang banyak itu Ia pecah menjadi berbagai bangsa dan suku.
Hadits menerangkan lebih lanjut bahwa tak ada perbedaan antara suku-suku bangsa itu. ''Tidaklah lebih mulia orang Arab dari orang bukan Arab, orang bukan Arab dari orang Arab, orang bewarna dari orang putih, orang putih dari orang bewarna, kecuali karena taqwanya.'' (Bagian dari Teks Khotbah Wada' Nabi SAW).
Sungguh pun manusia pada perkembangannya menjadi berbagai bangsa, mempunyai berbagai bahasa, mempunyai warna berbeda dan agama berlainan, mereka pada hakikatnya, karena berasal dari sumber yang satu, adalah bersaudara yang mempunyai kedudukan yang sama. Manusia dalam Islam hanyalah milik Allah dan 'abd (hamba) Allah, sehingga tidak boleh menjadi hamba selain Allah. Antar sesama manusia dengan demikian harus saling mengasihi dan saling bebas membebaskan.
Karena itu ketika Umar Ibn Khattab mendengar bahwa anak gubernurnya, Amr Ibn Al-As, bersikap kasar terhadap salah satu penduduk Mesir, ia berkata: ''Sejak kapan kamu memperbudak manusia, sedang mereka dilahirkan ibu-ibu mereka bebas?'' Sejalan dengan kebebasan itu, maka Islam pun menegaskan: ''Tidak ada paksaan dalam agama,'' (QS Al-Baqarah, 256). Bahkan teguran keras pada Nabi SAW: ''Apakah engkau akan paksa manusia sehingga menjadi mukmin?'' (QS Yunus, 99). Tuhan menegaskan: ''Tugasmu hanya memberi ingat. Engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka.'' (QS Al-Ghasyiah, 21-22).
Dari ajaran dasar persamaan, persaudaraan dan kebebasan di atas, timbullah perintah bahwa manusia harus dibebaskan dari perbudakan, bebas dari rasa takut, bebas mengeluarkan pendapat, bebas bergerak, bebas dari penganiayaan dan tentu saja bebas beragama. Dari sini pula timbul hak-hak atas hidup, atas harta milik, atas pendidikan, atas pekerjaan dan lain-lain asasi manusia yang bersifat universal.
Kenyataan (agama) yang demikian itu harus menjadi dasar berpikir kita, bahwa toleransi dalam Islam bukan berasal dari pemikiran karena masyarakat kita majemuk, banyak suku dan agama. Tetapi toleransi Islam itu berasal dari esensi ajarannya itu sendiri. Itulah sebabnya, setiap selisih sosial yang bermuatan SARA, seperti akhir-akhir ini di Timor Timur, adalah sesuatu yang bukan dari Islam. Berulangkali kenyataan sejarah mengajarkan bahwa di lingkungan mayoritas Muslim setiap orang menikmati kebebasan asasinya.
sumber: http://republika.co.id/
Salah satu semangat Alquran yang istimewa adalah penghormatan yang luar biasa terhadap ide persamaan dan persaudaraan. Alquran menegaskan bahwa manusia diciptakan Tuhan dari satu jiwa, kemudian dari satu jiwa itu Ia ciptakan pula pasangannya dan dari keduanya Ia ciptakan lagi banyak laki-laki dan perempuan (QS An-Nisa', 1-4). Selanjutnya lelaki dan perempuan yang banyak itu Ia pecah menjadi berbagai bangsa dan suku.
Hadits menerangkan lebih lanjut bahwa tak ada perbedaan antara suku-suku bangsa itu. ''Tidaklah lebih mulia orang Arab dari orang bukan Arab, orang bukan Arab dari orang Arab, orang bewarna dari orang putih, orang putih dari orang bewarna, kecuali karena taqwanya.'' (Bagian dari Teks Khotbah Wada' Nabi SAW).
Sungguh pun manusia pada perkembangannya menjadi berbagai bangsa, mempunyai berbagai bahasa, mempunyai warna berbeda dan agama berlainan, mereka pada hakikatnya, karena berasal dari sumber yang satu, adalah bersaudara yang mempunyai kedudukan yang sama. Manusia dalam Islam hanyalah milik Allah dan 'abd (hamba) Allah, sehingga tidak boleh menjadi hamba selain Allah. Antar sesama manusia dengan demikian harus saling mengasihi dan saling bebas membebaskan.
Karena itu ketika Umar Ibn Khattab mendengar bahwa anak gubernurnya, Amr Ibn Al-As, bersikap kasar terhadap salah satu penduduk Mesir, ia berkata: ''Sejak kapan kamu memperbudak manusia, sedang mereka dilahirkan ibu-ibu mereka bebas?'' Sejalan dengan kebebasan itu, maka Islam pun menegaskan: ''Tidak ada paksaan dalam agama,'' (QS Al-Baqarah, 256). Bahkan teguran keras pada Nabi SAW: ''Apakah engkau akan paksa manusia sehingga menjadi mukmin?'' (QS Yunus, 99). Tuhan menegaskan: ''Tugasmu hanya memberi ingat. Engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka.'' (QS Al-Ghasyiah, 21-22).
Dari ajaran dasar persamaan, persaudaraan dan kebebasan di atas, timbullah perintah bahwa manusia harus dibebaskan dari perbudakan, bebas dari rasa takut, bebas mengeluarkan pendapat, bebas bergerak, bebas dari penganiayaan dan tentu saja bebas beragama. Dari sini pula timbul hak-hak atas hidup, atas harta milik, atas pendidikan, atas pekerjaan dan lain-lain asasi manusia yang bersifat universal.
Kenyataan (agama) yang demikian itu harus menjadi dasar berpikir kita, bahwa toleransi dalam Islam bukan berasal dari pemikiran karena masyarakat kita majemuk, banyak suku dan agama. Tetapi toleransi Islam itu berasal dari esensi ajarannya itu sendiri. Itulah sebabnya, setiap selisih sosial yang bermuatan SARA, seperti akhir-akhir ini di Timor Timur, adalah sesuatu yang bukan dari Islam. Berulangkali kenyataan sejarah mengajarkan bahwa di lingkungan mayoritas Muslim setiap orang menikmati kebebasan asasinya.
sumber: http://republika.co.id/
0 komentar:
Posting Komentar