Banyak orangtua yang khawatir jika nilai intelegensi atau Intelligence Quotient (IQ) anaknya rendah. Yang terpikir adalah anak akan kesulitan meraih kesuksesan dalam hidupnya kelak.
Padahal kecerdasan tidak hanya terbatas pada intelektual, dikenal juga kecerdasan emosional (emotional intelligence) dan kecerdasan spiritual (spiritual intelligence).
Seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang tinggi akan lebih mudah mencapai sukses dalam hidup karena dia pandai menempatkan diri.
Tapi, untuk menemukan kebahagiaan dan makna dari kehidupan, diperlukan kecerdasan spiritual. Sebagian Ahli pendidikan meyakini kecerdasan itu sebagai kecerdasan yang paling utama dibandingkan dengan kecerdasan yang lain.
Kata spiritual memiliki akar kata spirit yang berarti roh. Kata tersebut berasal dari bahasa Latin yaitu spiritus, yang berarti napas. Roh bisa diartikan sebagai energi kehidupan, yang membuat manuia dapat hidup, bernapas dan bergerak. Spiritual berarti pula segala sesuatu di luar fisik, termasuk pikiran, perasaan, dan karakter.
Kecerdasan spiritual berarti kemampuan seseorang untuk dapat mengenal dan memahami diri sepenuhnya, sebagai makhluk spiritual maupun sebagai bagian dari alam semesta.
Saat seseorang memiliki kecerdasan spiritual, berarti dia memahami sepenuhnya makna dan hakikat kehidupan yang dijalani dan tujuannya dalam hidup.
Menurut Roberts A. Emmons dalam buku The Psychology of Ultimate Concerns, ada lima karakteristik orang yang cerdas secara spiritual. Pertama, kemampuan untuk mentransendensikan yang fisik dan material lalu kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak.
Kemudian, kemampuan untuk mensakralkan pengalaman sehari-hari, kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber spiritual buat menyelesaikan masalah serta kemampuan untuk berbuat baik.
“Dua karakteristik yang pertama sering disebut sebagai komponen inti kecerdasan spiritual,” ujar Emmons.
Orang yang cerdas secara spiritual tidak memecahkan persoalan hidup hanya secara rasional atau emosional saja. Dia akan menghubungkannya dengan makna kehidupan secara spiritual. Dia merujuk pada warisan spiritual seperti teks-teks dalam kitab suci untuk memberikan penafsiran pada situasi yang dihadapinya dan melakukan definisi situasi.
Dalam sebuah seminar, Pengamat dan Pakar Pendidikan, DR. H. Arief Rachman MPd mengemukakan pentingnya mengembangkan potensi anak untuk mendukung kecerdasan majemuk.
Menurut Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu, orangtua hendaknya mengenali ragam potensi kecerdasan anak yaitu potensi spiritual,potensi perasaan, potensi akal, potensi sosial, potensi jasmani.
Arif memaparkan, potensi spiritual terdiri dari kemampuan menghadirkan Tuhan atau keimanan dalam setiap aktivitas, kegemaran berbuat untuk Tuhan, disiplin beribadah, sabar berupaya, dan bersyukur atas pemberian Tuhan kepada kita.
Sedangkan, potensi perasaan mencakup pengendalian emosi, mengerti perasaan orang lain, senang bekerjasama, menunda kepuasan sesaat dan berkepribadian stabil,
”Kemudian, potensi akal terdiri dari kemampuan berhitung, kemampuan verbal, kemampuan spesial, kemampuan membedakan dan kemampuan membuat daftar prioritas,” jelasnya.
Lalu, orangtua juga harus mengenali potensi sosial yang ada pada anak, meliputi pontesi senang berkomunikasi, senang menolong, berteman, membuat orang lain senang dan senang bekerjasama. Terakhir, potensi jasmani yang diwujudkan dalam kondisi sehat secara medis, tahan cuaca dan tahan bekerja keras.(berbagai sumber/ri)
sumber: http://republika.co.id/
Padahal kecerdasan tidak hanya terbatas pada intelektual, dikenal juga kecerdasan emosional (emotional intelligence) dan kecerdasan spiritual (spiritual intelligence).
Seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang tinggi akan lebih mudah mencapai sukses dalam hidup karena dia pandai menempatkan diri.
Tapi, untuk menemukan kebahagiaan dan makna dari kehidupan, diperlukan kecerdasan spiritual. Sebagian Ahli pendidikan meyakini kecerdasan itu sebagai kecerdasan yang paling utama dibandingkan dengan kecerdasan yang lain.
Kata spiritual memiliki akar kata spirit yang berarti roh. Kata tersebut berasal dari bahasa Latin yaitu spiritus, yang berarti napas. Roh bisa diartikan sebagai energi kehidupan, yang membuat manuia dapat hidup, bernapas dan bergerak. Spiritual berarti pula segala sesuatu di luar fisik, termasuk pikiran, perasaan, dan karakter.
Kecerdasan spiritual berarti kemampuan seseorang untuk dapat mengenal dan memahami diri sepenuhnya, sebagai makhluk spiritual maupun sebagai bagian dari alam semesta.
Saat seseorang memiliki kecerdasan spiritual, berarti dia memahami sepenuhnya makna dan hakikat kehidupan yang dijalani dan tujuannya dalam hidup.
Menurut Roberts A. Emmons dalam buku The Psychology of Ultimate Concerns, ada lima karakteristik orang yang cerdas secara spiritual. Pertama, kemampuan untuk mentransendensikan yang fisik dan material lalu kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak.
Kemudian, kemampuan untuk mensakralkan pengalaman sehari-hari, kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber spiritual buat menyelesaikan masalah serta kemampuan untuk berbuat baik.
“Dua karakteristik yang pertama sering disebut sebagai komponen inti kecerdasan spiritual,” ujar Emmons.
Orang yang cerdas secara spiritual tidak memecahkan persoalan hidup hanya secara rasional atau emosional saja. Dia akan menghubungkannya dengan makna kehidupan secara spiritual. Dia merujuk pada warisan spiritual seperti teks-teks dalam kitab suci untuk memberikan penafsiran pada situasi yang dihadapinya dan melakukan definisi situasi.
Dalam sebuah seminar, Pengamat dan Pakar Pendidikan, DR. H. Arief Rachman MPd mengemukakan pentingnya mengembangkan potensi anak untuk mendukung kecerdasan majemuk.
Menurut Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu, orangtua hendaknya mengenali ragam potensi kecerdasan anak yaitu potensi spiritual,potensi perasaan, potensi akal, potensi sosial, potensi jasmani.
Arif memaparkan, potensi spiritual terdiri dari kemampuan menghadirkan Tuhan atau keimanan dalam setiap aktivitas, kegemaran berbuat untuk Tuhan, disiplin beribadah, sabar berupaya, dan bersyukur atas pemberian Tuhan kepada kita.
Sedangkan, potensi perasaan mencakup pengendalian emosi, mengerti perasaan orang lain, senang bekerjasama, menunda kepuasan sesaat dan berkepribadian stabil,
”Kemudian, potensi akal terdiri dari kemampuan berhitung, kemampuan verbal, kemampuan spesial, kemampuan membedakan dan kemampuan membuat daftar prioritas,” jelasnya.
Lalu, orangtua juga harus mengenali potensi sosial yang ada pada anak, meliputi pontesi senang berkomunikasi, senang menolong, berteman, membuat orang lain senang dan senang bekerjasama. Terakhir, potensi jasmani yang diwujudkan dalam kondisi sehat secara medis, tahan cuaca dan tahan bekerja keras.(berbagai sumber/ri)
sumber: http://republika.co.id/
0 komentar:
Posting Komentar